REVIEW ALBUM: DZULFAHMI & DAMERO. – NUFF KAH?

Cerita jerih payah, flexing, tough talk, sekiranya sudah menjadi elemen-elemen yang wajib hadir di lagu hip hop manapun. Dari zaman Snoop Dogg hingga Lil Uzi, kita sudah mendengar berjuta kali apa yang mereka pakai di pergelangan tangan mereka. Namun, ingat kata salah satu sutradara berpamor era masa keemasan Hollywood, Howard Hawks, yang gue sebenarnya enggak bakalan pernah denger kalau enggak mutualan sama satu maniak sinema ini: 

“I guarantee you that two directors that are any good can take the same story, change the name of the characters, change the name of  the town, and make an entirely different picture.”

Sekiranya seperti itulah yang gua rasakan di proyek duet antara rapper kebanggaan Jakarta Timur kita, Dzulfahmi, bersama rapper sekaligus produser pop rap Jakarta,  Damero., dalam proyek NUFF KAH? yang meluncur pada penghujung Oktober 2023 lalu, dari pengemasan hingga apa yang kedua musisi tersebut coba representasi di sini.

NUFF KAH?, yang baru gue sadar setelah selesai mendengar merupakan hasil permainan kata dari “nafkah”, merupakan sebuah album yang ditemakan secara kendor, mempunyai rasio 2:1 antara topik “Dulu gua begini, sekarang gua begitu.” dan cerita cinta menye-menye. On paper, apalagi kalau teman-teman pelit untuk menyediakan 18 menit kalian untuk menghabiskan satu intro dan enam lagu, tentu album ini dari luar tampak sebagai sesuatu yang enggak bakal bikin kalian ketinggalan apapun.. Namun, dalam durasi singkat tersebut, jika kita coba kupas, sebenarnya mereka memiliki tumpukan lapisan yang cukup tebal, yang artis lain biasa harus sampaikan setidaknya dalam waktu 40 menit.

To begin with, album ini berkemasan yang taat terhadap visual sampul yang mensinyalkan sebuah proyek ringan nan have fun. Produser Damero., Celloscrmr, dan joanelune membangun latar suasana lewat beat-beat trap sangar, gaul, dan playful; afrobeat radio; dan gitar berefek chorus yang tersupervisi selera a la rendisi southern hip hop bapak Kenny Beats. Sound selection, mood-mood yang dikejar, serta kekompleksan layak detail-detail tengil dan glitchy sepanjang album banyak ditemukan di album UNLOCKED (2020) Denzel Curry dan Kenny Beats, konten-konten produser mengenakan sweatshirt hasil thrifting di timeline Twitter, atau untuk beberapa lagu pop di albumnya, masih berpegang teguh terhadap fase Clairo dan Dominic Fike mereka. Di atas instrumental tersebut, Dzul dan Damero. mengaliri bait-bait bertopik campur aduk antara adu keperkasaan, kerja keras, dan anthem galau yang sering bikin tepuk tangan layak “Saat data berbicara baru kau mulai menyapa, coba lihat sekarang ku bertanya kau siapa.” atau perumpamaan reflektif layak “Kau jauh di sana, ku hanya di sini terkurung dalam ruang tembok dingin jeruji.”

Lalu, yang penting, apa yang mereka representasikan lewat segala pendekatan tersebut?

Ambil petuah Howard Hawks di atas, tentang bagaimana cerita yang sama mampu menjadi berbeda ketika diganti nama karakter dan kotanya. Kita sering dengar SZA mengeluh soal komplikasi percintaannya, yang berisi standar-standar kecantikan tertentu, detail prosedur agenda ranjang resep clubber kelas atas, dan video-video musik sensual. Kini, kita tukar namanya menjadi Olivia Rodrigo lalu kotanya menjadi zaman SMA. Di sini, kita mendapatkan paralel komplikasi cinta seorang remaja suburban yang melihat cerita cinta monyetnya sebagai awal dan akhir hidupnya. Mereka dikelilingi fantasi dunia rom-com, iPhone bertempelan stiker warna-warni, ketegangan antar sirkel pertemanan, dan binder catatan pelajaran yang rapinya sampai dipisah-pisah pakai seluruh variasi warna pulpen Sarasa. Penggambaran-penggambaran dunia tersebut efektif menempatkan kita ke perspektif yang nyata, yang bukan hanya sebuah lemparan kata-kata universal namun sebuah tunggangan roller coaster pengalaman hidup.

Dan, NUFF KAH?, berhasil memberikan pengalaman hidup tersebut, mempresentasikan dua musisi kelas pekerja yang banting tulang di Jakarta. Keduanya berusaha keras menstabilkan papan selancar di atas jeram arus ombak lingkungan dan kultur Jakarta. Dari instrumental maupun konten lirik, mereka menggambarkan pemuda-pemuda yang memiliki adiksi kopi susu, hariannya terpicu amarah pungli tukang parkir, melakukan sesi studio bersama klien-klien mutual di kos pribadi, dan merasa lega kalau ada bahan repost Instagram Story manggung. Walau penggambaran dunia tersebut tersinggung secara eksplisit seperti “Juggling Ableton—Google Docs rutin.” di trek penutup (NUFF KAH?), hook lagu Step Aside yang berbunyi “Aku sibuk cari uang jadi tolong step aside”, atau, ya, semua yang Adib Arkan untai di pembuka album (Di Tengah Sanap Jakarta) lewat puisi ciptaannya, keseringan konteks keluhan musisi kelas pekerja ini pula terbangun lewat preferensi selera musik, kultur, dan pendekatan kreatif mereka. 

Lewat rap, contohnya, yang memiliki selang-seling bahasa Inggris—Indonesia, lengkap dengan slang-slang Amriknya seperti “bounce” (definisi: cabut/balik), yang tak akan keluar dari mulut Pangalo! sampai kiamat. Lalu, di mana kedua rapper tak malu menyambar lagu-lagu rap sangar dengan dua love song: Satu menyuguhkan afrobeat template (YOU) dan Bersua yang memutuskan untuk going full-blown indie pop pula Dzulfahmi yang bikin gue kaget setuju buat nyumbang vokal nyanyi apiknya; selera humor, terutama tulisan, intonasi, dan permainan autotune di track pembuka di mana gue lupa terakhir sengakak itu dengerin lagu kapan, serta beat-beat trap yang terdengar bersuasana hasil comotan loop website Splice, pilihan-pilihan tersebut amat memberi kita ide tentang dari mana datangnya keluhan-keluhan sepanjang  tujuh lagu NUFF KAH? tersebut.

Kelentukan album pula ditopang lewat ciri khas kedua rapper yang saling melengkapi. Walau kadang mereka melebur karena lagu tak menuntut untuk memisahkan peran keduanya, beberapa lagu memiliki dinamis saling melengkapi layak Ben dan Jody di Filosofi Kopi. Di lagu YOU contohnya, ketika Damero. menangani ranah pop inggrisnya sesuai kecenderungan lagu-lagu pribadinya di luar NUFF KAH?, lalu di babak kedua Dzulfahmi menjadi Dzulfahmi, di mana Ia menyeimbangkan kemanusiaan trek dengan memberi warna kotor/agresif serta kebiasaan trademark akrobat rima kompleksnya. Kemampuan keduanya menulis bait-bait superquotable, entah itu berbau lucu, savage, maupun reflektif, juga menjadi elemen kuat penahan kesabaran pendengar.

Album NUFF KAH? sudah gue prediksi bakal meninggalkan impresi baik jauh sebelum mendengarkan,  namun Dzulfahmi dan Damero. memutuskan untuk tetap melampaui ekspektasi gue. Tema seputar banting tulang mencari nafkah album ini tersampaikan dengan tona playful dan ringan tanpa meninggalkan kekhidmatan ketika diperlukan. Kepadatan dalam durasi singkat ala sesi Wyoming Kanye West sepanjang musim panas 2018 ini langka kita temukan, tak hanya dalam batasan genre hip hop saja. Kedua rapper pula menunjukkan kenaikan peringkat milestone kreatifnya dan skill rapnya masing-masing, dengan beberapa kali mereka keluar dari zona nyaman yang kita kenal dari masing-masing rapper. 

Di media tempat gue menulis ini sebenarnya enggak diperbolehkan mendefinisikan sebuah album menggunakan metrik 1–10. Namun, jika ada, angka yang gua berikan adalah yang berima dengan kata “cemilan”. Hehe.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *